Desa Bumiharjo Sentra Penghasil Selada Air

$rows[judul]

Banyuwangi - Bumi Blambangan tidak hanya menyimpan berbagai keindahan alam yang dimanfaatkan untuk pariwisata. Lebih dari itu, letak geografis dan topografi di masing-masing wilayah Banyuwangi memiliki keunikan dan potensi yang berbeda.

Seoerti potensi yang dimiliki Desa Bumiharjo, Kecamatan Glenmore. Desa yang terletak di kaki Gunung Raung ini memiliki sumber daya air yang masih jernih dan sejuk.

Potensi air itu dimanfaatkan warga sekitar untuk kehidupan sehari-hari. Tidak hanya untuk kebutuhan masak dan mandi, air di Desa Bumiharjo itu digunakan warga mengairi tanaman selada air.


Baca Juga : Berkah Ramadan: Kehadiran PT BSI dalam Membangun Pesanggaran

Ya, Desa Bumiharjo menjadi salah satu sentra penghasil selada air di kabupaten The Sunrise of Java. Karena kondisi topografi yang sedemikian rupa membuat selada air dapat berkembang debgab optimal di daerah tersebut.

"Desa Bumiharjo suasananya sejuk dan mudah menemukan aliran air sungai yang jernih. Kondisi tersebut merupakan kondisi ideal bagi pertumbuhan salah satu komoditas sayuran yang banyak dikonsumsi masyarakat, yaitu selada air," kata Kepala Dinas Pertanian dan Pangan (Dispertan) Arief Setiawan.

Arief mengatakan, produksi selada air di desa tersebut tidak perlu diragukan kembali. Setidaknya dibuktikan dengan luasan lahan khusus mengembangkan selada air. 

"Luas keseluruhan potensi budidaya selada air di desa ini seluas 3 hektare (Ha)," imbuhnya.

Dengan keunggulan potensi selada air itu, Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani Abdullah Azwar Anas sempat mengunjungi Desa Bumiharjo. Tepatnya dalam rangkaian giat Bupati Ngantor di Desa (Bunga Desa) pada Maret lalu.

Dalam giat tersebut, terang Arief, Bupati Ipuk mengunjungi salah satu lahan persawahan selada air yaitu milik Bapak Joko. Diketahui, Bapak Joko memiliki lahan seluas 1.250 meter persegi yang terbagi dalam 6 petak sawah selada air.

"Dari petakan tersebut, Bapak Joko rata-rata memanen sebanyak 400 ikat setiap harinya hingga 14 hari ke depan. Musim petik berikutnya baru bisa diperoleh setelah 2,5 bulan. Dengan harga jual Rp 500 – Rp 600 per ikat. Bapak Joko bisa mendapatkan pendapatan sekitar Rp 3 juta dari petakan miliknya," jelas Arief.

Berkaca dari kisah Baoak Joko itu, Arief menyimpulkan tanaman yang sekilas terlihat remeh ternyata mampu menghasilkan pendapatan. Namun, Arief mengaku budidaya selada air tidak bisa dilakukan di semua wilayah. Hanya daerah tertentu yang memiliki topografi sesuai untuk pertumbuhan selada air. 

"Komoditas sehat ini minim bersentuhan dengan obat-obatan kimia dan selalu mendapat aliran air bersih selama hidupnya," tandasnya.(*)