Banyuwangi - Pembahasan rancangan peraturan daerah (Raperda)
tentang Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) masih berproses di DPRD
Kabupaten Banyuwangi.
Secara teknis pembahasan raperda LP2B dilakukan oleh
gabungan Komisi II dan Komisi IV DPRD bersama Satuan Kerja Perangkat Daerah
(SKPD) yakni Dinas Pertanian dan Pangan serta Bagian Hukum Sekretariat Pemkab
Banyuwangi.
Ketua Gabungan Komisi II dan IV Pembahasan Raperda LP2B DPRD
Banyuwangi, Suyatno mengatakan, dalam pembahasan kali ini, dewan mengulang
kembali beberapa materi raperda LP2B yang telah dibahas tahun sebelumnya.
“Hari ini kita rapat perdana dengan eksekutif, banyak
pembahasan pembahasan raperda sebelumnya yang harusnya diakomodir dalam raperda
LP2B tahun ini, namun kelihatannya eksekutif memahami apa yang kita inginkan,
termasuk didalamnya terkait dengan pemetaan,” ucap Suyatno.
Menurut politisi Partai Golkar ini, persoalan yang paling
rumit dan perlu pencermatan dalam raperda LP2B terkait dengan menyatukan angka
atau jumlah lahan antara di LP2B, RTRW dengan Lahan Sawah.
“Mensinkronkan dengan RTRW kabupaten perlu waktu karena
banyak kawasan kawasan sawah namun kenyataan di lapangan sudah bukan lahan
sawah lagi sehingga butuh perubahan, dengan adanya penetapan Perda RTRW kemarin
tentu akan memudahkan penetapan LP2B tahun ini,” ucapnya.
Selain itu, data lahan sawah dari kabupaten di raperda LP2B
ini juga perlu disinkronkan dengan RTRW Provinsi Jawa Timur, RTRW Pusat maupun
dengan data lahan sawah yang dilindungi atau LSD.
“Ada data lahan sawah yang masuk LP2B ada juga sawah yang
masuk di data LSD, luas lahan sawah yang masuk LSD 68.800 Hektar sementara yang
di LP2B luasnya 57.000 Hektar, angka tersebut perlu disinkronkan,” jelas Suyatno.
Selanjutnya terkait dengan pemetaan data pemilik lahan sawah
yang masuk dalam LP2B, pemerintah telah menyediakan sebuah sistem online atau
aplikasi yang dapat menunjukkan data by name by address pemilik lahan sawah
sehingga mempermudah dalam pemberian insentif dari pemerintah.
“Sayang pembahasan terkait insentif untuk pemilik lahan
sawah yang masuk di LP2B masih debatable, eksekutif terkesan mematahkan
kesepakatan yang lalu sebesar 50 persen karena alasan kemampuan keuangan
daerah,” ucapnya.
Padahal ketika perda LP2B disahkan, pemerintah daerah akan
mendapatkan bonus kucuran dana dari pemerintah pusat sebesar Rp. 12 miliar
sehingga dewan minta eksekutif menghitung kembali insentif yang akan diberikan
kepada petani sebagai kompensasi lahan sawah yang masuk kawasan LP2B.
“kalau bonus dana dari pemerintah pusat sebesar Rp. 12
miliar diberikan kepada petani sebesar Rp. 5 miliar, beratnya dimana,” tanya
politisi Golkar ini.