Banyuwangi - Sejumlah pelaku industri pariwisata di Banyuwangi didorong menerapkan kajian usaha berbasis resiko di Kawasan Geopark Ijen, Banyuwangi, Jawa Timur.
Dorongan tersebut datang dari Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf).
Bukan tanpa sebab, Banyuwangi memiliki destinasi berbasis alam. Memiliki resiko bahaya yang tinggi. Tetali itu yang menjadi unggulan dan menjadi daya tarik bagi wisatawan.
Dengan sosialiasi ini targetnya adalah terbentuk budaya mitigasi risiko yang menciptakan rasa aman dan nyaman bagi wisatawan.
Perwakilan Kemenparekraf datang langsung untuk memberikan pemahaman Peraturan Mentri (Permen) Parekraft Nomor 4 tahun 2021 tentang standar kegiatan usaha pada penyelenggaraan perizinan berusaha berbasis risiko sektor pariwisata.
Bertajuk 'Bimbingan Teknis Penerapan Standart Usaha Restoran Berbasis Risiko Di Kawasan Geopark Ijen'.
Acara berlangsung di dua titik lokasi, yakni di 1911 Cafe & Resto yang berada di wilayah Perkebunan Kalibendo, Desa Kampung Anyar, Kecamatan Glagah dan Grand Watu Dodol (GWD), pada Selasa, (21/2/2023).
Acara berlangsung secara hybrid, dibuka secara daring oleh Deputi Bidang Industri dan Investasi Kemenparekraf, Rizki Handayani.
Dalam paparannya dia menegaskan pentingnya izin usaha.
“Pentingnya ada standarisasi usaha pariwisata mulai dari lingkungan, higienitas hingga tata cara pengelolaannya dan keselamatan pengunjung,” kata dia.
Dia berharap, melalui sosialisasi yang terus digencarkan Kemenparekraf para pelaku usaha yang berada dikawasan geopark sadar keamanan dan kenyamanan wisata.
“Kalau keamanannya dibekali dengan legalitas, wisatawan akan lebih percaya dan tentunya jumlah kunjungan wisatawan juga meningkat,” cetusnya.
Analisis Kebijakan Ahli Madya Kemenparekraf, Mukhlis mengatakan, ada empat kategori resiko di sektor usaha makanan dan minuman. Diantaranya yakni, berisiko rendah, menengan rendah, menengah tinggi dan tinggi.
Sebagai informasi, adapun kategori yang memiliki resiko rendah yaitu dengan kapasitas tempat duduk pengujung dibawah 50 unit. Kemudian, beresiko menengah rendah memiliki jumlah kursi tamu 51 sampai 100.
Sedangkan yang mempunyai berisiko menengah tinggi dengan kapasitas 101 sampai 200 kursi dan berisiko tinggi bagi restauran atau rumah makan dengan jumlah 200 kursi lebih.
“Permen parekraf ini sebagai upaya pemerintah meminimalisir adanya keracunan atau hal-hal yang tidak diinginkan dalam destinasi wisata,” terangnya.
Dijelaskan Mukhlis, usaha makanan atau minuman dengan resiko rendah adalah mereka para pelaku usaha mikro. Seperti halnya UMKM dan PKL.
“Kalau yang mikro masuk rendah karena mungkin lahan usahanya hanya seluas 3x4. Jadi mereka lebih bisa menjaga kebersihannya. Tapi berbeda dengan yang memiliki skala besar,” ujarnya.
Dia berharap, melalui kegiatan ini para pelaku usaha memahami tentang standarisasi di sektor makanan dan minuman.
“Pelayanan, kenyamanan dan higienitasnya terjaga. Jadi wisatawan memiliki rasa nyaman dan aman,” ungkapnya.