BANYUWANGI - Kanker paru menjadi perhatian serius di Indonesia dengan angka kejadian yang mengkhawatirkan. Menurut Global Cancer Observatory, kanker paru menempati peringkat ketiga setelah kanker payudara dan kanker serviks dalam jumlah kasus baru di Indonesia, dengan tingkat kematian tertinggi mencapai 13,2%. Ini membuat kanker paru menjadi fokus utama untuk deteksi dini guna mengurangi angka kematian yang tinggi.
Kanker paru terjadi ketika sel-sel di jaringan saluran napas tumbuh tidak terkendali dan memiliki kemampuan untuk menyebar ke bagian tubuh lainnya. Dokter Spesialis Pulmonologi dan Respirasi, dr. Dian Retnowati, menekankan bahwa faktor risiko utama adalah merokok. "Merokok secara signifikan meningkatkan risiko seseorang terkena kanker paru," ujarnya.
Deteksi dini kanker paru dapat dilakukan melalui skrining, terutama bagi individu yang berisiko tinggi seperti perokok aktif, bekas perokok, atau memiliki riwayat kanker paru dalam keluarga. Skrining direkomendasikan untuk dilakukan mulai usia 45-71 tahun, bahkan pada individu yang belum menunjukkan gejala apa pun.
Gejala kanker paru dapat berupa batuk kronis, batuk berdarah, sesak napas, nyeri dada yang tidak segera membaik, serta gejala lain seperti penurunan berat badan tanpa sebab, kelemahan, dan demam yang timbul dan hilang secara tiba-tiba. Gejala-gejala ini sering kali terlambat dikenali, sehingga deteksi dini sangat penting untuk meningkatkan kesempatan kesembuhan.
"Ketika ada gejala yang mencurigakan, segera konsultasikan ke dokter," tambah dr. Dian. Pemeriksaan secara teratur dan gaya hidup sehat, termasuk menghindari rokok, juga merupakan langkah penting dalam pencegahan kanker paru.
Dengan meningkatkan kesadaran akan pentingnya deteksi dini dan pencegahan, diharapkan dapat meminimalisir dampak kanker paru yang semakin luas. Untuk informasi lebih lanjut atau konsultasi, masyarakat dapat mengunjungi Poli Paru RSUD Genteng.